Monday, August 22, 2011

KILAS BALIK RAMADHAN

Pernah suatu ketika suatu waktu pada bulan ramadhan perut terasa begitu lapar. Maklum saat itu merupakan awal dari puasa. Sehingga perut belum terbiasa menerima kondisi tersebut. Siang itu jam terasa begitu lambat. Menunggu adzan maghrib terasa lamaaa..sekali. Bayangan akan makanan yang terhidang di meja makan makin membuat perut ini tidak kuat menahan lapar.
Alhasil…..ketika maghrib tiba, dengan sedikit rasa tidak sabar saya makan dengan sedikit tergesa-gesa dan makan dengan lahap sekali.
Namun itu tidak berlangsung lama. Setelah beberapa menit, terasa perut ini sudah penuh terisi dan tidak mampu untuk di masuki makanan kembali.
Pengalaman di hari pertama membuat saya tidak berani mengulangi apa yang telah saya lakukan. Meskipun lapar namun berusaha untuk tidak terlalu buru-buru.
Di hari selanjutnya perut tidak terasa lapar. Karena sudah biasa dan tidak lagi terasa lapar yang sangat.
Namun di kemudian hari saya menjadi bertanya-tanya. Rasa lapar yang hilang malah menjadi suatu yang hambar. Puasa menjadi tidak begitu berarti tanpa ada rasa lapar. Timbul pertanyaan dalam hati, kenapa bisa menjadi begini hambar?
Dari situlah saya mengerti mungkin rasa lapar adalah salah satu inti dari puasa tersebut. Lapar adalah salah satu nilai utama dari puasa tersebut. Dari lapar itulah akan timbul nilai-nilai di sana.
Akhirnya pertanyaan lainpun timbul. Lalu kenapa di hari pertama saya begitu lapar? Dan kenapa di hari selanjutnya menjadi tidak lapar? Kalau memang lapar adalah salah satu nilai utama dari puasa, kalau begitu saya akan mencari lapar itu dan mencari nilai yang terkandung di dalamnya.
Ketika saya asyik berfikir demikian timbul pikiran nyeleneh saya. Saat ini saya sedang mencari rasa lapar, tapi orang yang kurang di sana justru menghindari rasa lapar.
Saya mencari rasa lapar itu, namun tidak khawatir akan rasa itu. Karena saya tahu nanti maghrib saya pasti akan kenyang lagi. Lalu bagaimana jika saya menjadi orang yang berada di posisi kekurangan? Tentunya saya pasti akan menghindari rasa lapar itu.
Ah…inikah yang dimaksud dengan nilai lapar dalam puasa? Bisa memahami bagaimana kondisi di kala kita kekurangan.
Mungkin saat ini kita merasa tenang dengan rasa lapar yang ada  dalam puasa, karena kita tahu nanti maghrib kita akan kenyang. Kalau memang demikian yang ada dalam puasa kita rasanya sulit memahami dan merasakan bagaimana kekurangan pangan seperti yang di alami oleh “orang-orang di sana.”
Jika sudah demikian maka puasa tidak ubahnya hanya sebagai sebuah rutinitas ibadah yang tanpa di maknai apa- apa.

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
Paradigma

            Inilah paradigma yang ada pada diri kita saat ini. Puasa lebih di tekankan kepada Ibadah mahdhoh antara Rob dan Hambanya. Puasa hanya di yakini sebagai ibadah yang berkisar hanya kepada Hablu minlllah dan tidak Hablu minannaas.  Sehingga nilai Hablu minannaas sering di tinggalkan atau di kesampingkan.
            Sejatinya Hablu minallah adalah segala ibadah yang berkaitan langsung antara Rab dan hambanya. Sehingga jika manusia berlomba-lomba dalam hablu minallah maka manusia pribadi itulah yang paling berperan. Jika sudah demikian maka si manusia tadi akan senantiasa berlomba-lomba untuk lebih focus Ibadah kepada Tuhannya. Sedangkan Habblu Minnaas adalah ibadah yang berkaitan antara hubungan manusia dengan manusia. Tentunya ikatan hubungan ini yang sesuai dengan aturan yang telah di gariskan oleh sang Rab. Antara Hablu minallah dan Hablu  minannas adalah satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan. Dimana keduanya harus berjalan beriringan. Dan tidak boleh berketimpangan antara satu dengan yang lain. Jika berketimpangan maka yang di hasilkan tidak akan sesuai dengan yang di harapkan.
            Sejatinya Puasa tidak hanya ibadah yang berpusat pada Hablu minallah akan tetapi juga Hablu minannas. Pencapaiaan akan keberhasilan dari puasa itu sendiri tidak hanya di nilai dari Habblu minallah sahaja akan tetapi Hablu minannas. Maka dalam praktiknya tidak boleh ada ketimpangan di antara keduanya. Tidak bisa kita focus kepada ibadah mahdhoh sedangkan hablu minannaas nya kita kesampingkan

Tidak makan dan minum, sholat tarawih, sholat lima waktu, sholat, I’tikaf, dan ibadah khusus lainnya yang di jalankan pada bulan suci ramadhan adalah ibadah yang bersifat hablu minallah. Dan seperti kita ketahui hal tersebut adalah lazim dan sudah biasa kita laksanakan. Lalu bagaimana dengan habblu minannaas? Sudahkah kita meningkatkan ibadah kita di bulan Ramadhan ini yang bersendi pada hablu minannaas?.

Bulan Puasa adalah penyadaran diri dan pelatihan kepekaan social
            Youp..bulan puasa adalah bulan penyadaran diri dan bulan pelatihan kepekaan social. Bulan untuk mengasah empati, rasa simpati dan rasa welas asih kepada yang membutuhkan.
            Bulan puasa adalah bulan untuk melatih mata hati kita dan nurani kita untuk melihat saudara kita yang kekurangan. Bulan puasa adalah bulan untuk memangkas rasa egoisme yang ada pada diri kita. Bulan puasa adalah bulan untuk melatih dan memupuk sifat ta’awuniah (saling tolong menolong. Pen) dan kenahniyahan (kekitaan. Pen). Berusaha menyadarkan diri bahwasanya yang ada pada diri kita bukanlah punya kita sepenuhnya dan bukan milik kita. Yang ada pada diri kita adalah Titipan Allah dan ada hak orang lain di sana.
            Sudahkah kita berusaha untuk meningkatkan point-point diatas? Masih adakah saudara, kawan atau family kita yang masih serba kekurangan? Apakah kita belum tersentuh dan berusaha untuk membantunya? Jika demikian adanya maka sudah dapat di pastikan nilai puasa yang ada pada diri kita cacad adanya dan tidak sempurna.
            Jika sudah demikian maka tentu kita sudah dapat mengukur sampai sejauh mana tingkat keberhasilan dari puasa kita di bulan Ramadhan ini.

Bulan Puasa adalah jembatan untuk lebih mendekatkan diri kepada sang Rab.
            Jika kita ingin mendekatkan diri kepada sang Rab, sudah barang tentu kita semua sudah paham akan Rumusnya. Ya……Menjalankan Perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Perintah dan Larangan itu sendiri tersimpul dan menyatu dalam Hablu minallah dan habblu minannas.
            Bermakna jika kita ingin mendekatkan diri kepada sang Rab atau sang Khalik adalah wajib bagi kita untuk senantiasa menjaga ibadah kita yang bersifat dua tadi.
Yaitu Hablu Minallah dan Hablu Minannaas
            Inilah yang di sebut dengan Taqwa.

Sasaran, inti dan Keberhasilan Puasa
           
            Allah berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 183.
يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون

183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Dari uraian diatas tentu kita sudah dapat mengetahui apa dan bagaimana implementasi dari ayat diatas.

            Maksud ayat tersebut adalah Allah memerintahkan kita berpuasa adalah tidak lain dan tidak bukan untuk melatih diri kita menjadi manusia bertakwa (seperti uraian diatas. Pen)
            Jika poin diatas sudah terpenuhi maka sudah barang tentu kita menjadi bertakwa. Dan sasaran dari puasa telahpun sampai. Akan tetapi jika poin diatas tidk mengena pada diri kita maka puasa kita belum sampai pada hasil yang di inginkan. Bermakna puasa kita belum tepat sasaran dan belum berhasil.

Implementasi dari keberhasilan puasa
                Jika kita ingin menyaksikan atau mengetahui sampai mana tingkat keberhasilan pencapaian yang di capai dalam bulan ramadhan ini, tentu kita sudah tahu bagaimana mengukurnya. Sudah sampai mana tingkat ibadah mahdhah kita?Sudah sampai mana peran kita membantu masyarakat yang membutuhkan?. Masih acuhkah kita melihat ketimpangan yang ada? Atau masih adakah keinginan kita memperoleh atau mempertahankan hak orang lain yang notabene bukan sepenuhnya milik kita?

Semoga kita semua di jauhkan dari hal demikian dan semoga Allah berkenan membimbing kita pada jalan yang di Ridhainya Amieen.

0 komentar:

Post a Comment